Monday, September 27, 2004

Puegeel



Pegel semua badanku, gara-gara sepanjang siang bolak-balik Jogja-Kebumen. Rencananya hari ini aku sudah tinggal di desa Sidototo, tapi berhubung bapak yg punya rumah sedang ada studi banding di daerah lain, makanya ditunda sampai hari Rabu depan.


Desa Sidototo, salah satu desa di Kebumen yang dapat bagian di pegunungan. Tanahnya merah, yang secara teoritis tanah merah adalah tanah yang subur. Tapi sayang karena terletak di gunung yang kering, semua hasil tanaman/tani sangat tergantung dengan air hujan. Desa itu tidak dilalui oleh sungai. Sungai terdekat letaknya sangat jauh dan harus ditempuh dengan jalan kaki menyusuri jurang batas desa. Tanaman tidak bisa tumbuh subur disitu. Bahkan rumput gajah yang jadi andalan makanan ternaknya pun tidak bisa bertahan hidup. Mereka harus berjalan jauh untuk mendapatkan rumput untuk makanan ternak.


Saat pertama kali sampai di desa itu, aku langsung teringat di Wonosari tempat kelahiran Mbah�ku dahulu dan sekarang telah menjadi tempat peristirahatannya yang terakhir di dunia ini. Tanah yang merah dan pecah-pecah disaat musim kemarau panjang.

Warga desa lebih memilih air yang ada untuk minuman ternaknya dari pada untuk mandi manusia. Tetapi hebatnya, sampai sekarang penduduk desa itu masih tetap bisa bertahan hidup. Salah satu anugerah dari Yang Kuasa. Kemampuan bertahan hidup bahkan pada kondisi yang berat seperti itu.


Aku berpikir sendiri, sangkupkah aku bertahan seperti mereka. Hari rabu nanti rencananya aku ditemani Mas Dewata akan ke sana lagi. Setelah itu, semuanya tergantung padaku. Aku sanggup tinggal bersama penduduk di situ atau memilih untuk kembali ke Jogja hehehe...

Kalau memilih enaknya sih, jelas saja aku akan memilih kembali ke Jogja di bawah lindungan kedua orang tuaku, bersama saudara-saudaraku, dan dekat dengan orang-orang yang menyayangiku uhukkss�...

Yah... kita lihat saja nanti.