Saturday, December 31, 2005

KebahagiaaN

Salah seorang teman bertanya kepada saya tentang kebahagiaan.
Bagaimana kita bisa mendapatkan kebahagiaan ya?!

Wah, gampang- gampang susah nih. Pertanyaannya sih gampang, tapi jawabannya itu lho!

Cuma satu jawaban saya saat itu, Dancing with Your Own Dance.
Mau dibilang penjiplak juga gpp, wong kenyataannya saya dapat istilah itu juga dari orang lain kok. Entah teman saya ini akan sempat baca tulisan ini atau tidak, karena saya ingin sedikit menguraikan istilah tersebut. Sori aja kalau jawaban awalnya sesimple itu.

Kebahagiaan!!! Perlukah dicari??!!
Pada tingkat kesadaran tertentu, saya pun dulu juga termasuk orang yang menyibukkan diri dengan mega proyek yang satu itu. Looking fo Happiness... Mencari Kebahagiaan. Tapi seandainya tidak segera keluar dari kolam tersebut, satu pertanyaan yang harus dijawab, Adakah Kehidupan Sebelum Kematian?

Saya rasa, bukan hanya saya saja yang telah diajarkan tentang konsep surga-neraka. Kebahagiaan abadi nanti akan dapat dinikmati di Surga, sebaliknya, penderitaan abadi di Neraka. Lalu, sebelum kita divonis masuk Surga atau Neraka, bagaimana??
Oh iya, ada pengajaran, berbuat baik sebanyak-banyaknya, beramal, banyak beribadah, dll, dst, dsb. Ngumpulin sangu untuk beli tiket Surga. Apakah untuk mencapai kebahagiaan, kita harus menunggu mati dulu?! Wah ini lagi, bikin saya jadi gedheg-gedheg. Bagaimana nasib seorang saleh selama 60 th, lalu diusia ke-61 dia khilaf melakukan kesalahan (yang kebanyakan orang disebut dosa). Atau bagaimana dengan seorang mantan garong, penjahat keji yang di saat sakaratul maut bertobat.
Dimana kriteria yang jelas, orang baik dan orang tidak baik yang pantas mendapatkan kebahagiaan abadi itu?!

Saya bukan ingin menentang ajaran yang sudah memasyarakat tersebut. Saya hanya mencoba menghargai anugerah Allah, berupa otak, untuk berpikir secara rasional saja. Saya hidup saat ini, hari ini, jam ini, menit ini, detik ini. Jadi jika ingin bahagia, ya harus kebahagiaan saat ini juga. Surga dan Neraka adalah hak prerogative Allah. Asal kita bisa mencapai kebahagiaan sesungguhnya di saat ini, konsep Surga dan Neraka tidak akan menghantui hidup kita. Wah muncul istilah baru, konsep itu menghantui kita??
Hehehe... saya rasa Tuhan tidak menciptakan Surga dan Neraka sebagai hantu untuk hidup manusia bukan.
Kalaupun masih ada yang bersikeras bahwa konsep Surga dan Neraka harus digunakan dalam mencapai kebahagiaan, ya monggo saja Om, Tante. Tadi kan juga sudah disebutkan, saya bukan ingin menentang konsep itu. Hanya mencoba untuk rasional saja.

Lalu, kalau konsep surga dan neraka dikesampingkan, untuk apa gunanya Agama? Ada yang berpikir demikian??!! Hehehehe…... Anda cukup kritis. Agama, ini lagi yang disinggung.

Ok, ok!!!
Mari kita coba aja perhatikan baik-baik. Bagaimana ajaran yang diberikan oleh agama. Kontribusi apa yang disumbangkan agama dalam kehidupan manusia. Sejauh yang saya tau, aturan yang diberlakukan adalah aturan untuk kehidupan saat ini. Karena, saya belum pernah mendengar, ada ajaran agama yang mengatur bagaimana sikap dan perilaku kita kelak kalau masuk Surga atau Neraka. Mungkin ada yang tau? Saya minta tolong untuk memberikan pengetahuan tersebut untuk saya. Selama belum ada yang memberi tau saya, saya asumsikan gagasan itu yang relevan.

Artinya apa?? Bukankah itu berarti, aturan dalam agama itu untuk saat ini. Untuk hidup kita saat ini, bukan untuk besoooooook… yang belum kita ketahui apa yang akan terjadi. Nah, bukankah berarti kebahagiaan itu untuk dicapai dan dinikmati saat ini juga.
Lalu bagaimana jika masih saja ada orang yang sulit mendapatkan kebahagiaan?!

Wah, jujur saja saya agak bingung. La bagi saya, kebahagiaan itu pada dasarnya sudah ada dalam diri kita. Nggak perlu repot-repot dicari. Jadi kalau ada yang bilang belum menemukan kebahagiaan, tidak ada jawaban yang lebih pas, selain dengan jawaban : Karena otak kita dipenuhi dengan ketidakbahagiaan. Kebahagiaan itu sudah ada dalam diri setiap orang, tapi lapisan ketidakbahagiaan itu lebih tebal. Yang terjadi, jelas, kebahagiaan akan tertutup. Beberapa orang menyebut, Kebahagiaannya belum tercapai.
Bagaimana cara memunculkan kebahagiaan tersebut?? Oh maaf, saya tidak tau. Saya cuma bisa memberi saran, singkirkan saja lapisan ketidakbahagiaan.
Akhir kata, sebagai tulisan penutup di tahun 2005, saya ucapkan
Selamat Tahun Baru 2006
Semoga tahun depan menjadi lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Dan semoga kita semakin dimampukan untuk membuka tabir ketidakbahagiaan dalam hidup, sehingga kebahagiaan akan dirasa oleh setiap hati. Amin

Tuesday, December 20, 2005

CintA

Eh Non, td kamu dengerin EMC ga? Ku kirim lagu utkmu lo. With Love :)

SmS itu saya terima tadi malam hampir jam 11 malam. Dari salah satu teman senior Teater KBTK. Saya tersenyum membaca dua kata terakhirnya, With Love. Love... kalau saya tidak salah, terjemahannya Cinta bukan.

Beberapa waktu yang lalu saya berkunjung ke Showroom Kanisius di Deresan. Di salah satu sudut rak2 buku, saya tertarik dengan sebuah buku bercover biru, bergambar semacam lingkaran kosmik bertuliskan Let a MysterY be a MysterY. Dan saya menjadi semakin tertarik lagi karena di sampul belakang terpampang foto dan indentitas penulisnya, yang tidak lain adalah salah satu teman saya juga : LaurenHS.

Kedua cerita itu hanya prolog saja. Intinya, akhirnya saya putuskan untuk membeli buku tersebut, dan tulisan ini terinspirasi dari kedua kejadian tersebut.

Pada bab 10, saya baca judulnya Cinta oh Cinta. Aha... cukup menggelitik diantara judul2 yang lain. CINTA, topik yang tidak pernah habis dibicarakan orang. Selalu menjadi sajian hangat dari waktu ke waktu. Yah, paling tidak sejauh pengamatan pribadi saya sendiri sih. Entahlah bagi Anda, bisa saja menjadi topik yang menjemukan, terutama bagi yang pernah memiliki pengalaman pahit seputar topik tersebut.

Tapi, saya kok tetap punya keyakinan, meskipun seseorang memiliki pengalaman terburuk sekalipun tentang topik yang satu ini, tetap saja topik itu menarik. Yup, kembali lagi, apapun jenis pengalaman maupun pengamatan orang dengan topik CINTA, tidak jadi soal buat saya.

Menurut Mas LaurenHS ini, tentu saja saya peroleh dari buku yang ditulisnya (maaf lho kalau saya plagiat). CINTA terdiri dari 3 tingkatan. Tingkat pertama adalah EROS.

EROS merupakan cinta tingkat terendah karena cinta ini lebih didasarkan alasan jasmaniah, ketertarikan antar lawan jenis (mungkin untuk beberapa orang ada yang mengalami EROS dengan sesama jenis, jangan diartikan saya mendukung loh ya). Bahkan hubungan suami – istri pun masih termasuk dalam kategori cinta ini. Cinta ini belum bisa dikategorikan sebagai cinta sejati. Meskipun nantinya bisa menjadi awal tumbuhnya cinta pada tingkat yang lebih tinggi. Cinta ini bersifat manusiawi.

Tingkat yang lebih tinggi adalah FILIA. Cinta ini setingkat lebih tinggi dari EROS karena tidak lagi didasarkan ketertarikan jasmaniah saja, tapi sudah ke arah jiwa/ rohani. Salah satu contoh cinta jenis ini adalah cinta yang tumbuh antara orang tua dengan anaknya, kakak dengan adiknya, dan begitu juga sebaliknya.

Tingkat ketiga dan sekaligus jenis tertinggi adalah AGAPE. Jenis ini adalah tingkat tertinggi karena bukan unsur manusiawi dan rohani yang melandasinya, melainkan sudah masuk dalam unsur ilahi.

AGAPE adalah CINTA SEJATI.
Sungguh-sungguh memberi tanpa mengharap dikembalikan, tulus tanpa minta balasan, dan lepas bebas. Seperti bunga mawar yang memberikan keharumannya tanpa memilih orang baik atau orang jahat yang akan menghirupnya. Seperti rimbunnya dedaunan pohon beringin yang tidak memilih si kaya ataupun si miskin yang ingin berteduh di bawah naungannya. Seperti matahari yang tidak peduli si tampan atau si buruk rupa yang disinarinya. Seperti kasih Allah pada segala ciptaanNya.

Saya mencoba bercermin dari falsafah A. De Mello, mistikus & rohaniawan dari India, sekaligus seorang Jesuit. Ada 4 ciri khas cinta sejati.

Cinta itu Tidak Membedakan. Tidak mengenal pembagian kasta. Tidak kenal juga pemisahan bibit-bobot-bebet. Seperti bunga mawar, pohon beringin, matahari, dan tentu saja Allah. Hal ini juga yang akhirnya, membuat saya bisa memahami akan dorongan : Hendaklah kamu menjadi sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna.

Ciri kedua, Cinta itu Tanpa Pamrih. Bagaimana pendapat Anda jika mengetahui seseorang menikah karena mengharapkan kemapanan yang dapat diberikan pasangan yang dipilihnya. Apakah itu cinta??!! Saya tidak perlu menjawabnya : ) tapi apakah kita bisa merasa lebih baik dari orang itu, jika memilih teman yang menguntungkan kita saja? Menjauhi yang tidak memberikan keuntungan bagi kita. Sekali lagi, saya tidak mau menjawabnya. Bukankah seharusnya kita malu terhadap mawar dan pohon beringin, mereka bisa menunjukkan cinta sejati. Sedangkan kita, manusia, yang konon katanya makhluk mulia, punya anugerah besar berupa akal dan perasaan, tetapi... ah, sungguh saya sendiri merasa malu. Bisakah mewujudkan Cinta yang Tanpa Pamrih itu.

Ciri ketiga, Cinta Penuh dengan Ketidaksadaran Diri. Cinta begitu merasa bahagia dengan Mencintai tanpa peduli dengan dirinya sendiri. Di saat seorang pahlawan sadar bahwa dia adalah pahlawan, maka dia tidak lagi menjadi pahlawan. Pahlawan yang sejati tidak pernah sadar bahwa yang dia lakukan menunjukkan sifat kepahlawanan. Bunga mawar tetap memberikan keharumannya tanpa sadar dan peduli adakah yang akan menghirupnya atau tidak, bermanfaat atau tidak, dia tetap memancarkan keharumannya. Apa yang diperbuat oleh tangan kanan, jangan sampai diketahui oleh tangan kiri.

Ciri keempat, Cinta itu Bebas. Disaat tuntutan, paksaan, ketakutan, dan kendali muncul, maka cinta akan terkikis. Cinta tidak akan bisa dituntut, dipaksa, ataupun dikendalikan. Jadi maaf saja kalau saya tidak dapat percaya, jika ada yang mengatakan "Aku mencintai dia karena keluargaku, aku hanya ingin membahagiakan mereka." Oh maaf, itu bukan cinta Mas, Mbak.
Pohon beringin tidak akan menarik kita untuk berteduh di bawah naungan rimbun dedaunannya. Bunga mawar juga tidak akan memaksa kita untuk menghirup keharumannya.

Saat kita tidak bisa lepas bebas, dan ketika kendali pihak lain menguasai kita, hanya karena kita takut kehilangan atau tidak diakui, maka kita merusak kemampuan kodrati kita untuk mencinta. Di saat kendali dan paksaan itu hilang, maka kebebasan yang muncul. Kebebasan... bebas... dan lepas... CINTA akan dapat ditemukan.

Mari kita merenung, sudah sejauh manakah tahap CINTA kita. Jangan dipikir saya sudah sempurna mencapainya, saya pun juga sedang mengusahakannya. Dan semua yang saya tuliskan ini sebatas gagasan saja, tidak menjamin itu sebuah kebenaran atau kesalahan. Karena hanya ada SATU KEBENARAN, dan sebagian besar dari kita mengetahui SATU KEBENARAN itu (bahkan untuk penganut Atheis pun juga tau, hanya saja mereka tidak mengakuinya). Tetapi jika gagasan tersebut dapat membantu untuk menjadi lebih baik, tidak ada salahnya untuk digunakan bukan.

Kau mainkan untukku, sebuah lagu tentang negri di awan. Di mana kedamaian menjadi istananya, dan kini telah kau bawa aku menuju ke sana.

Thursday, December 08, 2005

Realitas & Rendah Hati

Dia mau menungguku sampai th depan, ku gak tau knp dia kyk gitu pdhl ku gak cantik, gak kaya, item, cerewet lagi. Doain aku ya Wiek, smg kptsnku gak salah.
Bip... bip... bip...
Lah, justru itulah kelebihanmu. Sadar klo gak punya kelebihan : ) Apapun kptsnmu, kmu akan ttp jd temanku. I’ll pray 4u my frenz
Bip... bip... bip...
I also pray 4u. Hope u’ll reach what u want in ur life. Ketika kita brjln dengan realitas & rendah hati, mk terpancarlah aura kemuliaanNya. Dan berkat2 akan datang menghampirnya. Have a nice dream!

Sepenggal percakapan saya dengan salah satu teman SMU lewat SmS semalam. Saya terkesan dengan epilognya, cukup indah menurut saya, ketika kita berjalan dengan realitas & rendah hati, maka terpancarlah aura kemuliaanNya, dan berkat2 akan datang menghampirnya. Menghadapi realitas & rendah hati!!! Kolaborasi sikap yang dapat mengantar kita untuk menyaksikan kemuliaan Allah.

Menghadapi realitas, menyadari realitas yang ditemui apapun dan bagaimanapun itu. Dan dengan rendah hati mengesampingkan ego, yang hanya menawarkan kepuasan duniawi, yang ternyata hanyalah seputar gagasan yang muncul dari diri kita sendiri. Sulitkah?! Ya mana saya tau. Tetapi kalaupun ada yang mengatakan sulit, sayangnya itu pun ya hanya menunjukkan ketidakmampuannya sendiri saja.

Coba saja kita perhatikan, jika ada seseorang mengatakan bahwa sulit menyelesaikan skripsi. Bukan berarti bahwa menyelesaikan skripsi itu sulit. Pernyataan itu hanya menunjukkan bahwa orang tersebut sulit menyelesaikan skripsinya. Skripsinya!!! Nya!! Dia berkutik dalam pikirannya sendiri, dan sama sekali tidak menunjukkan realitas apapun, kecuali ketidakmampuannya sendiri.

Bicara tentang menghadapi realitas, saya terkesan setiap kali menyaksikan anak kucing yang belakangan ini tinggal bersama keluarga saya. Aktivitasnya relative konstan, dia makan sampai kenyang, lalu bermain-main (loncat2 - nubruk sana sini – gigit apapun yang didekatnya, sering kali kucing yang lain ikut berdatangan dan ikut bermain-main), lalu tidur. Nanti saat bangun dia cari makan lagi sampai kenyang, main2 lagi, dan tidur, begitu seterusnya. Tidak pernah kelihatan murung, melamun, dan selalu tampak ceria. Dan satu lagi, binatang2 itu tidak ada satu pun yang mengalami kelebihan berat badan. Tubuh mereka tumbuh dengan porposional, sesuai mekanisme alam.

Begitu juga ketika saya melihat sekuntum mawar yang mekar di kost teman saya. Bunga mawar itu mekar dengan indahnya, tanpa luapan emosi ataupun keinginan menjadi yang lain. Tumbuh dan berkembang sesuai mekanisme alam. Tidak berusaha melakukan perawatan tubuh, facial, body language, operasi plastik, atau usaha2 yang lain. Mereka mendengarkan bahasa tubuh dan dengan rendah hati menerima mekanisme metabolisme yang harus dilaluinya. Dan lihat hasilnya, saya tidak akan berbohong.
Mawar itu tetap cantik!!!

Mendengarkan bahasa tubuh. Tubuh kita adalah realitas yang nyata. Bekal yang sejak kita dilahirkan, telah diberikan oleh Sang Pencipta, selain roh tentunya.
Mendengarkan tubuh, lalu berkomunikasi dengan tubuh kita masing-masing. Berkomunikasi dengan tubuh kita, selaras berkomunikasi dengan alam. Setali tiga uang dengan berkomunikasi dengan Tuhan. Karena Tuhan ada di alam ini, ada di sekitar kita, di tubuh kita, di tubuh sesama kita. Jadi apakah sesama kita adalah Tuhan??!! Bisa ya, dan bisa tidak, tergantung sejauh mana pemahaman kita terhadap istilah Tuhan mencurahkan diriNya.
Lalu pertanyaan selanjutnya yang muncul, seperti apakah bahasa tubuh. Sekali lagi saya tidak mampu menunjukkan dengan lebih tepat selain memberikan contoh yang bukan bahasa tubuh. Kita bersolek supaya terlihat menarik, apakah tubuh meminta untuk dihias?? Tentu saja tidak. Itu hanya bahasa hasrat manusia untuk terlihat baik.
Mendengarkan tubuh, menghadapi realitas, dan bersikah rendah hati, lalu akan tampak aura kemuliaanNya dan berkat2 akan datang menghampirinya. Semoga!

Inilah yang kupunya, hati sebagai hamba.
Yang kan taat dan setia padaMu Bapa.
Kemana pun kubawa, hati yang mendamba,
dalam roda kehidupan untuk slamanya.