Wednesday, October 04, 2006

Indahnya Hidup

Suatu kali di depan sebuah pasar, Nasruddin sedang memetik gitar dengan hanya memainkan satu not. Beberapa saat kemudian orang-orang berkumpul menggerumuninya. Salah seorang berkata kepadanya, “Kamu memainkan not yang bagus, Mullah. Tapi kenapa kamu tidak membuat variasi-variasi seperti pada umumnya para pemusik melakukannya?”

“Oh, mereka itu goblok, “sahut Nasruddin. “Mereka mencari-cari not yang pas. Aku sudah menemukannya.”

Maka dia terus memainkan not yang sama dari waktu ke waktu karena bagi dia, itulah satu-satunya not yang tepat bagi musik (bdk. Awareness, hlm 111 dlm Saat Tuhan Tiada)

Cerita ini amat menarik untuk menunjukkan bagaimana menjemukannya hidup yang monoton. Betapa membosankannya hidup yang dianggap sudah sebagai puncak, kebenaran, yang tidak perlu diutak-atik. Hidup yang indah selalu menuntut perubahan!

Tanpa kesiapsediaan berubah, orang menjadi mati seperti mayat. Tanpa kesediaan untuk mengubah dirinya, orang menjadi rapuh dan manja, terikat, tergantung pada unsur-unsur di luar dirinya. Hidupnya ditentukan oleh keluarga, lingkungan, masyarakat, agama, Negara. Tanpa kesediaan berubah, orang menjadi tidak bisa bahagia tanpa syarat.

Untuk orang-orang seperti itu, hidup hanyalah not tunggal yang selalu dimainkan dan dibawa kemana-mana. Ada variasi, tapi itu hanya variasi dinamika atau tempo saja. Sama sekali tidak mengubah not, karena baginya, not itu dianggap benar selama-lamanya.