Friday, February 01, 2008

Tersadar Kembali

Dewi Claudia:
Wi, bentar lagi di Jogja bakal ada busway lho. Jalurnya dah dibikin. Btw nggak terasa ya..bentar lagi udah rabu abu
bip...bip...bip...

Its`me:
Ha?? Yg bener aja. Kemana jalurnya tuh busway? Eh dah mau rabu abu ya? Kapan sih?
bip...bip...bip...

Dewi Claudia:
Cuman dalam kota aja kok. Iyah, tanggal 7 Feb ntar
bip...bip...bip...

Fiuuh..gila.
Apa aja kerjaanku selama ini sampai aku melupakan hari itu. Setiap hari, setiap jam, setiap menit, dan setiap detik terus bergulir tanpa tersadar bahwa waktu terus mendorong hidupku ke lembar-lembaran yang baru. Namun naifnya, tak kusadari dorongan dari sang waktu.

Usai menerima SmS dari teman di Jogja ini, di kegelapan lampu kamarku, tiba-tiba mataku terarah di atas lemari baju. Tepat di sudut bagian atas, yang paling dekat denganku, samar-sama kulihat sebuah sinar berwarna kehijauan lembut. Dan tak butuh waktu lama, langsung saja kukenali sumber sinar itu.

Sebuah kotak berisi untaian butir-butiran Rosario.
Kira-kira sebulan yang lalu ibuku mengirim paket dari Jogja. Berisi legalisir ijazah, transkrip nilai, dan disisipi sebuah Rosario berbahan fosfor dan satu set lilin. Dari untaian butiran fosfor itulah, cahaya hijau keluar dan tertangkap oleh kedua bola mataku. Selain itu, sebuah surat kecil pun turut menyertai kiriman yang dulu, dengan isi: jangan lupa berdoa.

Ough...pikiranku langsung melayang sekitar satu setengah tahun yang lalu Di masa-masa yang menentramkan hatiku. Dimana aku memiliki seseorang yang menjadi jujugan kalo lagi sedih. Seseorang yang mau menemaniku memanjatkan kidung dan pujian, serta bergantian memanjatkan Salam Maria di malam hari Orang yang mengajariku berdoa Rosario sendirian di tengah malam, apalagi ketika hati yang panas terasa butuh siraman kesejukan

Namun sejak jauh darinya, ternyata aku pun juga mulai menjauh dari rutinitas itu. Aku berubah menjadi pemalas yang selalu kalah dengan bangunnya ayam jantan. Bahkan alarm di ponsel yang selalu berdering di pagi hari, justru dimatikan oleh teman sekamarku.
Ah..sungguh parah jalan hidupku sekarang. Sampai-sampai...rabu abu pun tak kusadari kedatangannya

Sepertinya aku harus me-refresh kembali makna Rabu Abu dalam hidupku.
Rabu Abu...adalah hari yang penting. Biasanya pada hari itu, aku menerima abu yang ditorehkan di keningku. Aih...jorok dong (hihi...gitu yah???!!)
Nggak lah, nggak jorok kok.
Trus mengapa pada Hari Rabu Abu kita menerima abu di kening kita?

Gini ceritanya...ehemm..ehem... (berdehem ne)
Sejak lama, bahkan berabad-abad sebelum X'tus, abu atau debu telah menjadi tanda pertobatan (dikutip dari http://yesaya.indocell.net). Misalnya, dalam Kitab Yunus dan Kitab Ester. Ketika Raja Niniwe mendengar nubuat Yunus bahwa Niniwe akan ditunggangbalikkan, maka turunlah ia dari singgasananya, ditanggalkannya jubahnya, diselubungkannya kain kabung, lalu duduklah ia di abu. (Yunus 3:6).
Juga ketika Ester menerima kabar dari Mordekhai, anak dari saudara ayahnya, bahwa ia harus menghadap raja untuk menyelamatkan bangsanya, Ester menaburi kepalanya dengan abu (Ester 4C:13).
Bapa Pius Parsch, dalam bukunya "The Church's Year of Grace" menyatakan bahwa "Rabu Abu Pertama" terjadi di Taman Eden setelah Adam dan Hawa berbuat dosa. Tuhan mengingatkan mereka bahwa mereka berasal dari debu tanah dan akan kembali menjadi debu. Oleh karena itu, imam atau diakon membubuhkan abu pada dahi kita sambil berkata "Ingatlah, kita ini abu dan akan kembali menjadi abu."

Hingga sekarang, di jaman modern, keberadaan abu juga menjadi pengingat kita untuk menyadari asal muasal kita. Abu yang digunakan pada Hari Rabu biasanya berasal dari daun-daun palma yang telah diberkati pada perayaan Minggu Palma tahun sebelumnya. Daun palma kering itu dibakar dan hasil pembakaran itulah yang dijadikan jadi abu yang telah diberkati dan menjadi benda sakramentali.

Hari Rabu Abu juga menjadi hari permulaan masa Prapaskah. Masa yang ditempuh selama 40 hari ini adalah masa pertumbuhan jiwa kita. Kadang-kadang jiwa kita mengalami masa-masa kering di mana Tuhan terasa amat jauh. Masa Prapaskah akan mengubah jiwa kita yang kering itu. Masa Prapaskah juga membantu kita untuk mengatasi kebiasaan-kebiasaan buruk seperti mementingkan diri sendiri dan suka marah.

Fiuuh...di-refresh lagi dah
Memanglah...hati dan jiwaku yang tandus ini sudah sangat perlu untuk dibajak kembali.