Thursday, December 08, 2005

Realitas & Rendah Hati

Dia mau menungguku sampai th depan, ku gak tau knp dia kyk gitu pdhl ku gak cantik, gak kaya, item, cerewet lagi. Doain aku ya Wiek, smg kptsnku gak salah.
Bip... bip... bip...
Lah, justru itulah kelebihanmu. Sadar klo gak punya kelebihan : ) Apapun kptsnmu, kmu akan ttp jd temanku. I’ll pray 4u my frenz
Bip... bip... bip...
I also pray 4u. Hope u’ll reach what u want in ur life. Ketika kita brjln dengan realitas & rendah hati, mk terpancarlah aura kemuliaanNya. Dan berkat2 akan datang menghampirnya. Have a nice dream!

Sepenggal percakapan saya dengan salah satu teman SMU lewat SmS semalam. Saya terkesan dengan epilognya, cukup indah menurut saya, ketika kita berjalan dengan realitas & rendah hati, maka terpancarlah aura kemuliaanNya, dan berkat2 akan datang menghampirnya. Menghadapi realitas & rendah hati!!! Kolaborasi sikap yang dapat mengantar kita untuk menyaksikan kemuliaan Allah.

Menghadapi realitas, menyadari realitas yang ditemui apapun dan bagaimanapun itu. Dan dengan rendah hati mengesampingkan ego, yang hanya menawarkan kepuasan duniawi, yang ternyata hanyalah seputar gagasan yang muncul dari diri kita sendiri. Sulitkah?! Ya mana saya tau. Tetapi kalaupun ada yang mengatakan sulit, sayangnya itu pun ya hanya menunjukkan ketidakmampuannya sendiri saja.

Coba saja kita perhatikan, jika ada seseorang mengatakan bahwa sulit menyelesaikan skripsi. Bukan berarti bahwa menyelesaikan skripsi itu sulit. Pernyataan itu hanya menunjukkan bahwa orang tersebut sulit menyelesaikan skripsinya. Skripsinya!!! Nya!! Dia berkutik dalam pikirannya sendiri, dan sama sekali tidak menunjukkan realitas apapun, kecuali ketidakmampuannya sendiri.

Bicara tentang menghadapi realitas, saya terkesan setiap kali menyaksikan anak kucing yang belakangan ini tinggal bersama keluarga saya. Aktivitasnya relative konstan, dia makan sampai kenyang, lalu bermain-main (loncat2 - nubruk sana sini – gigit apapun yang didekatnya, sering kali kucing yang lain ikut berdatangan dan ikut bermain-main), lalu tidur. Nanti saat bangun dia cari makan lagi sampai kenyang, main2 lagi, dan tidur, begitu seterusnya. Tidak pernah kelihatan murung, melamun, dan selalu tampak ceria. Dan satu lagi, binatang2 itu tidak ada satu pun yang mengalami kelebihan berat badan. Tubuh mereka tumbuh dengan porposional, sesuai mekanisme alam.

Begitu juga ketika saya melihat sekuntum mawar yang mekar di kost teman saya. Bunga mawar itu mekar dengan indahnya, tanpa luapan emosi ataupun keinginan menjadi yang lain. Tumbuh dan berkembang sesuai mekanisme alam. Tidak berusaha melakukan perawatan tubuh, facial, body language, operasi plastik, atau usaha2 yang lain. Mereka mendengarkan bahasa tubuh dan dengan rendah hati menerima mekanisme metabolisme yang harus dilaluinya. Dan lihat hasilnya, saya tidak akan berbohong.
Mawar itu tetap cantik!!!

Mendengarkan bahasa tubuh. Tubuh kita adalah realitas yang nyata. Bekal yang sejak kita dilahirkan, telah diberikan oleh Sang Pencipta, selain roh tentunya.
Mendengarkan tubuh, lalu berkomunikasi dengan tubuh kita masing-masing. Berkomunikasi dengan tubuh kita, selaras berkomunikasi dengan alam. Setali tiga uang dengan berkomunikasi dengan Tuhan. Karena Tuhan ada di alam ini, ada di sekitar kita, di tubuh kita, di tubuh sesama kita. Jadi apakah sesama kita adalah Tuhan??!! Bisa ya, dan bisa tidak, tergantung sejauh mana pemahaman kita terhadap istilah Tuhan mencurahkan diriNya.
Lalu pertanyaan selanjutnya yang muncul, seperti apakah bahasa tubuh. Sekali lagi saya tidak mampu menunjukkan dengan lebih tepat selain memberikan contoh yang bukan bahasa tubuh. Kita bersolek supaya terlihat menarik, apakah tubuh meminta untuk dihias?? Tentu saja tidak. Itu hanya bahasa hasrat manusia untuk terlihat baik.
Mendengarkan tubuh, menghadapi realitas, dan bersikah rendah hati, lalu akan tampak aura kemuliaanNya dan berkat2 akan datang menghampirinya. Semoga!

Inilah yang kupunya, hati sebagai hamba.
Yang kan taat dan setia padaMu Bapa.
Kemana pun kubawa, hati yang mendamba,
dalam roda kehidupan untuk slamanya.

No comments: