Wah, gampang- gampang susah nih. Pertanyaannya sih gampang, tapi jawabannya itu lho!
Cuma satu jawaban saya saat itu, Dancing with Your Own Dance.
Mau dibilang penjiplak juga gpp, wong kenyataannya saya dapat istilah itu juga dari orang lain kok. Entah teman saya ini akan sempat baca tulisan ini atau tidak, karena saya ingin sedikit menguraikan istilah tersebut. Sori aja kalau jawaban awalnya sesimple itu.
Kebahagiaan!!! Perlukah dicari??!!
Pada tingkat kesadaran tertentu, saya pun dulu juga termasuk orang yang menyibukkan diri dengan mega proyek yang satu itu. Looking fo Happiness... Mencari Kebahagiaan. Tapi seandainya tidak segera keluar dari kolam tersebut, satu pertanyaan yang harus dijawab, Adakah Kehidupan Sebelum Kematian?
Saya rasa, bukan hanya saya saja yang telah diajarkan tentang konsep surga-neraka. Kebahagiaan abadi nanti akan dapat dinikmati di Surga, sebaliknya, penderitaan abadi di Neraka. Lalu, sebelum kita divonis masuk Surga atau Neraka, bagaimana??
Oh iya, ada pengajaran, berbuat baik sebanyak-banyaknya, beramal, banyak beribadah, dll, dst, dsb. Ngumpulin sangu untuk beli tiket Surga. Apakah untuk mencapai kebahagiaan, kita harus menunggu mati dulu?! Wah ini lagi, bikin saya jadi gedheg-gedheg. Bagaimana nasib seorang saleh selama 60 th, lalu diusia ke-61 dia khilaf melakukan kesalahan (yang kebanyakan orang disebut dosa). Atau bagaimana dengan seorang mantan garong, penjahat keji yang di saat sakaratul maut bertobat.
Dimana kriteria yang jelas, orang baik dan orang tidak baik yang pantas mendapatkan kebahagiaan abadi itu?!
Saya bukan ingin menentang ajaran yang sudah memasyarakat tersebut. Saya hanya mencoba menghargai anugerah Allah, berupa otak, untuk berpikir secara rasional saja. Saya hidup saat ini, hari ini, jam ini, menit ini, detik ini. Jadi jika ingin bahagia, ya harus kebahagiaan saat ini juga. Surga dan Neraka adalah hak prerogative Allah. Asal kita bisa mencapai kebahagiaan sesungguhnya di saat ini, konsep Surga dan Neraka tidak akan menghantui hidup kita. Wah muncul istilah baru, konsep itu menghantui kita??
Kalaupun masih ada yang bersikeras bahwa konsep Surga dan Neraka harus digunakan dalam mencapai kebahagiaan, ya monggo saja Om, Tante. Tadi kan juga sudah disebutkan, saya bukan ingin menentang konsep itu. Hanya mencoba untuk rasional saja.
Lalu, kalau konsep surga dan neraka dikesampingkan, untuk apa gunanya Agama? Ada yang berpikir demikian??!! Hehehehe…... Anda cukup kritis. Agama, ini lagi yang disinggung.
Ok, ok!!!
Artinya apa?? Bukankah itu berarti, aturan dalam agama itu untuk saat ini. Untuk hidup kita saat ini, bukan untuk besoooooook… yang belum kita ketahui apa yang akan terjadi. Nah, bukankah berarti kebahagiaan itu untuk dicapai dan dinikmati saat ini juga.
Wah, jujur saja saya agak bingung. La bagi saya, kebahagiaan itu pada dasarnya sudah ada dalam diri kita. Nggak perlu repot-repot dicari. Jadi kalau ada yang bilang belum menemukan kebahagiaan, tidak ada jawaban yang lebih pas, selain dengan jawaban : Karena otak kita dipenuhi dengan ketidakbahagiaan. Kebahagiaan itu sudah ada dalam diri setiap orang, tapi lapisan ketidakbahagiaan itu lebih tebal. Yang terjadi, jelas, kebahagiaan akan tertutup. Beberapa orang menyebut, Kebahagiaannya belum tercapai.
Bagaimana cara memunculkan kebahagiaan tersebut?? Oh maaf, saya tidak tau. Saya cuma bisa memberi saran, singkirkan saja lapisan ketidakbahagiaan.