Saturday, October 08, 2005

AKU Vs Aku

Tidak ada satu orang pun yang mempunyai kekuatan untuk dapat menyakiti kamu.

Ugh... bullshit banget deh. Malahan yang pernah kudengar tuh Homo Homini Lupus alias Manusia itu bisa menjadi serigala bagi manusia lainnya. Yang artinya jelas kontroversial dengan pernyataan di atas.

By the way... sejak aku dekat dengan DIA lagi, telah terjadi beberapa perubahan yang kualami. Yah, mungkin orang lain belum bisa melihat dengan kasat mata sih, karena perubahan itu masih bersifat internal.
DIA sering datang menemaniku dan kadang-kadang mengajakku untuk datang ke rumahnya. Uhux... di sana aku diterima dengan begitu baik dan ramah loh. Dan DIA ini juga telah membuka mata dan hatiku untuk mengenal lebih banyak hal-hal baru yang bisa menjawab beraneka ragam pertanyaan yang sering muncul di kepalaku. Juga mengobati berbagai luka dan kesedihan yang kurasakan. Aku belajar untuk menemukan kebenaran.

Aku jadi mengenal pula teman-temannya yang memiliki pemikiran-pemikiran yang menarik. Salah satu pemikirannya adalah Tidak ada satu orang pun yang mempunyai kekuatan untuk dapat menyakiti kamu, kecuali kamu sendiri yang mengijinkannya.
Aku dikenalkan dengan sebuah teori AKU versus aku.

Ahaa... Its`me... [it`s_me]... Itz`me... AKU... aku.
Entah kenapa dari dulu aku sangat tertarik bahkan bisa dikatakan terobsesi dengan kata itu. Dan sering kali kata itu kugunakan sebagai trade mark (bukan berarti saya ini barang jualan loh ya) dari pada namaku sendiri.

Tapi saat ditanya siapa/apa AKU, langsung kuharus berputar otak untuk menjawabnya. AKU!!! Siapa sih yang tidak kenal dengan AKUnya sendiri-sendiri?! Mudah bukan?! Tapi kenyataannya sulit juga menjawabnya, yang mana AKU itu? Duh, pertanyaan yang begitu mudah. Tapi, apa jawabannya.

AKU Vs aku. Apa bedanya??
Untuk membedakannya, saya pakai huruf kapital (AKU) dan yang bukan kapital (aku).

Kalau kujawab, ya ini yang kamu lihat. Yang ada kepalanya, tangannya, kakinya, dll. Lah, bukannya itu hanya susunan daging dan tulang yang sering disebut sebagai tubuh.
Lalu kalau kujawab jiwa, nyawa, roh, dkk. Loh... loh... loh... tunggu dulu.
Bukannya masih bisa dikatakan jiwaKU, nyawaKU, ataupun rohKU.
KU... berarti belum menjelaskan siapa AKU. Bukannya itu menunjukkan bahwa si AKU ini pemilik dari jiwa, roh, nyawa, dll.
Lalu siapa AKU??!!
Idihh... sebel kan kalau dibantahnya kayak gitu.
Tapi itulah yang sempat kualami. Sebel aja kalau semua jawaban yg kurasa benar malah justru disalahkan. Hmmm, tapi bener juga sih. Tidak bisa kujawab pertanyaan itu dengan sempurna. Tidak bisa kutunjukkan siapa AKU.

Namun sekarang bisa kupahami setelah mengalami sedikit pergolakan batin dengan temannya itu.
AKU bisa dikatakan sebagai inti dari kita yaitu bagian dari kita sebagai subjek, sedangkan aku semacam kulit luarnya dan lebih sering menjadi objek.
Nah... bingung kan? Hehehe... tidak heran karena saya sendiri juga bingung di awalnya. Memang sulit mendefinisikan AKU, akan lebih mudah mendifinisikan aku.

AKU. Yah, AKU lebih luas dan lebih besar dari sekedar tubuh, jiwa, roh, hasrat, emosi. AKU bukan badan dan juga bukan roh, malahan AKU inilah yang menyatukan badan dan rohku. Seperti kata temannya ini, AKU adalah aku yang sejati, yang menjadi subjek, yang mengatasi tubuhku, jiwaku, tanganku, kepalaku, prestasiku...

Lalu bagaimana dengan yg kedua, aku. Aku?!
Siapakan aku?! Aku adalah sebuah ungkapan yang menunjukkan benda, materi maupun pikiran yang bisa diobservasi, sebagai objek. Nah, itu dia perbedaannya. Subjek dan objek! AKU versus aku adalah AKU si subjek versus aku si objek.

Sebagaimana sebuah objek, hakikatnya akan mudah dipengaruhi oleh kondisi. Itulah aku, yang mudah dipengaruhi oleh kondisi. Aku misalnya tubuh secara biologis, jabatan, status sosial, perasaan marah-benci-senang-dll, emosi, agama, dan semua hal yang melekat pada diri kita dan dapat dimengerti dengan panca indera kita (beberapa orang memiliki indera yang keenam).

AKU adalah AKU, ibarat atom, AKU semacam nukleous. Inti, penggerak, pemberi semangat, dan entah apa lagi julukan yang tepat yang bisa kita gunakan. AKU pada hakekatnya sama yaitu baik. AKU itu lepas dan bebas, bisa bergerak kemana pun dan melakukan gerakan apapun. Dan sebagaimana sifatnya yang bebas lepas maka AKU ini harus lepas dari yang namanya kelekatan. Seperti kembali pada penciptaan semesta pada awalnya adalah untuk tujuan yang baik. Tuhan menciptakan segalanya baik, termasuk manusia dengan AKUnya masing-masing.

Namun sayangnya, AKU ini sulit untuk ditemukan. AKU hanya dapat ditemukan dengan menyingkirkan aku-aku di bagian luarnya. Keberhasilan menyingkirkan aku-aku itu akan mengantarkan kita pada AKU kita masing-masing yang berpusat pada AKU yang sempurna. Dengan kata lain AKU Sempurna itu mencurahkan dirinya untuk AKU-AKU lainnya . Sebagai manusia yang tentu saja tidak sempurna, jelas sifat AKU kita ini juga tidak sempurna meskipun diciptakan dengan tujuan yang baik.

Yah, AKU Yang Sempurna. Inti dari semua AKU di alam semesta... pusat segala AKU. Dialah ALLAH... Tuhan Pencipta. AKU kita sama dengan AKU Sempurna (bukankah manusia diciptakan sesuai dengan citra/gambaran Allah sendiri) tapi tetap saja kita tidak bisa mengatakan bahwa AKU adalah AKU Sempurna.

Sebagai contoh kecil, sumur memiliki mata air. Air itu kemudian ditimba dan diletakkan pada ember-ember. Bisa dikatakan bahwa air di ember adalah air sumur tetapi salah besar jika dikatakan air sumur itu adalah air ember.

Keberhasilan menemukan AKU kita masing-masing akan dapat membawa kita pada AKU pusat yaitu AKU sempurna yaitu Allah Pencipta Alam Semesta ini.
Lalu bagaimana caranya mencapai AKU??!!
Satu jawaban pasti… KesadaraN. Yah, itu dia, kesadaran. Kesadaran akan adanya realitas hidup. Kesadaran bahwa yang bisa dilakukan adalah menjatuhkan pilihan atas realitas yang ada. Kesadaran bahwa apapun yang kita lakukan dalam hidup ini sebenarnya berpusat pada AKU karena pada hakekatnya AKU kita ini akan mengantarkan pada AKU Sempurna.
Meskipun pada kenyataannya, kita justru tidak sadar bahwa kita lebih dikuasai oleh aku-aku yang membuat AKU semakin sulit untuk ditemukan.
Dan naifnya, sering kali aku lebih menguasai dan memegang peran penting dalam kehidupan ini dari pada AKU. Semakin lebih naifnya lagi, kita tidak sadar kalau telah kehilangan kesadaran untuk menemukan AKU. Nah, pasti deh makin bingung hihihi...
Memang sih kalau penjelasan sepotong-sepotong seperti ini hanya membuat bingung saja. Tapi sumpah demi Allah, saya tidak bermaksud membuat siapapun menjadi bingung kok.

Ok deh, jelas-jelas saya tidak mungkin memaksa orang untuk tidak bingung dengan kebingungan yang saya kemukakan. Kalau begitu saya sedikit melompat dari pembicaraan sebelumnya, namun tidak melepas teorema AKU-aku.

KESADARAN!!! Yah, kesadaran. Itulah lompatan yang saya lakukan. Saya melompat kepada kesadaran. Sadar akan apa?? Nah, pastinya pertanyaan itu yang muncul kan hehehe... (kok saya jadi merasa seperti peramal aja yah).

Sadar!
Pertama kali kesadaran akan realitas kehidupan. Apapun yang terjadi dalam hidup adalah sebuah realitas. Tidak ada yang bisa dilakukan dalam menghadapi realitas kecuali menjatuhkan pilihan tindakan. Menerima atau menolak, menanggung atau melarikan diri, mendengarkan atau meninggalkan pergi begitu saja, mempercayai atau mengingkari, dan tindakan-tindakan lainnya.
Kesadaran yang kedua yang saya maksudkan adalah kesadaran kita sebagai AKU, yang seperti di awal tadi, AKU sebagai subjek. Subjek yang bebas dan lepas dengan segala kekuasaan untuk menentukan sikap dan pemikiran. Yah, subjek dapat melakukan apa saja, memikirkan apa saja, dan berbuat apapun sebagai mana kita pahami arti subjek yaitu pelaku.

Hmmm... kok rasanya menjadi semakin sulit saja ya arah pembicaraan ini. Padahal sebenarnya saya cuma ingin menghubungan antara teorema AKU vs aku, kesadaran, dan statement awal yang saya protes tadi.

Mungkin dengan ilustrasi kisah akan dapat sedikit membantu.
Kisah yang pernah saya alami beberapa waktu yang lalu, tak perlu disebut kapan tepatnya.

Beberapa waktu yang lalu aku memang mengalami sakit hati yang cukup dalam. Sakit hati karena dikecewakan oleh seseorang yang sangat kupercaya (bahkan saat itu aku terlalu yakin kalau mencintainya, ah jadi malu sendiri kalo inget kedangkalanku dulu, yah, meskipun sekarang juga belum bisa dikatakan dalam). Dan sebagaimana hakikat manusia adalah makhluk sosial, jelas saya butuh orang minimal untuk mendengarkan kisah menyakitkan itu. Dan setelah saya bicara, satu orang teman bertanya, Gimana perasaanmu?
Huhuhuhu... basi banget, BT banget ngejawabnya. Udah diceritain kisah menyakitkan kok ditanya gimana perasaan gitu. Saya pun cuma cemberut saja menatap teman saya itu.

Tapi itu jawaban dulu, sebelum bertemu DIA dan mengenal temannya yang satu itu. (Hmmm... sedikit cerita ya. Sebenarnya temannya itu cakep lho, pertama kali melihatnya, aku udah naksir. Dia orang Klaten yang besar di Jakarta tapi sekarang tinggal di Jogja, dekat dengan t4 tinggalku dan tentunya masih muda. Kami hanya selisih beberapa tahun saja. Secara fisik, penampilannya sebenarnya lumayan cakep, bahkan dibanding dengan DIA ^_^ Tapi sayangnya hati dan perasaanku masih tertuju untuk DIA. Itu dia kelemahanku, atau kekuatan yah hehehe... hanya bisa total ke SATU aja, susah dibagi-bagi). Duh... kembali lagi bicara tentang aku dan bukannya AKU. Tuh kan, memang sulit menemukan AKU. Yah, katanya memang sering kali butuh latihan intensif untuk bisa menemukan AKU kok.

Ok, kembali ke cerita (kisah saya). Bersama DIA dan temannya ini, saya disadarkan akan kekuasaan yang dimiliki jika hidup sudah ke arah AKU. Yah, saya pakai kata disadarkan karena AKU adalah subjek. Kalau dipakai kata mereka menyadarkan, artinya aku ini sebagai objek kan?! Hanya menerima akibat sebagai hasil dari sebab. Sebagai subjek, AKU mau makanya bisa sadar. Kalau AKU tidak mau, biar bagaimanapun tetep mereka tidak akan berhasil membuatKU sadar.

Nah, disini saya diajarkan untuk mengenal AKU (tentu dengan cara menyingkirkan aku-aku yg melapisinya). Ini juga yang mendasari pemikirkan Tidak ada satu orang pun yang mempunyai kekuatan untuk dapat menyakiti kamu, kecuali kamu telah mengijinkannya. Karena memang masuk akal jika AKU sudah ditemukan. AKU akan menjadi subjek dan dapat menentukan segalanya, termasuk aku.

Pertama-tama harus ada kesadaran. Sadar akan adanya realitas.
Sebuah realitas bahwa seseorang itu mengkhianatiku, oh tidak, maaf.
Dia tidak mengkhianatiku, yang benar adalah aku dikhianati. Yah, dikhianati! Ada beda lho antara seseorang mengkhianatiku dan aku dikhianati seseorang!!! Masih ingat kan penjelasan singkat di atas tentang perbedaan fungsi subjek dan objek.
Realitasnya adalah seseorang ini telah menjalin hubungan dengan wanita lain di belakangku (bisa juga di depanku hehehe).
Realitasnya adalah aku telah melihat mereka pergi berduaan.
Realitasnya adalah seseorang ini sudah tidak mencintaiku lagi (meskipun saya sudah lupa apa definisi cinta itu sendiri).
Realitasnya adalah seseorang itu mengatakan akan menghubungiku dan menjelaskan semuanya.
Realitasnya adalah seseorang itu tidak pernah menjelaskan apapun.
Itu semua adalah realitas!

Kesadaran!!! Yah, kembali lagi kepada kesadaran. Saya harus sadar itu realitas yang ada di hadapan saya. Langkah selanjutnya adalah mejatuhkan pilihan!
Yuhuuuuuuuuu... ini dia kuncinya. Penjelasan dari statement yang di awal tadi saya katakan bullshit.
Pilihan!!! Disinilah AKU bekerja, dan bukannya aku.
Mungkin pada awalnya, aku yang menguasaiku sehingga yang muncul adalah emosi, kemarahan, kekecewaan, perasaan dikhianati, dibohongi, dibodohi, dimanfaatkan, etc... etc... etc...

Tapi sejak mengenal mereka (DIA dan teman-temannya), mulailah menggali AKU dalam diri. Mengaktifkan AKU sebagai subjek. AKU ini bebas dan lepas, AKU ini bebas dari kelekatan apapun termasuk kelekatan terhadap kepercayaan, cinta, dan benci. Dan yang terpenting AKU tidak mau disakiti oleh apa/siapapun. AKU tidak mengijinkan untuk disakiti karena AKU melihat AKUnya seseorang itu sebagai AKU yang lepas dan bebas juga. AKU harus mampu melihat latar belakang seseorang itu melakukan semua itu, latar belakang pendidikannya, latar belakang keluarganya, latar belakang lingkungan pergaulannya, bahkan latar belakang lainnya yang bisa memberikan referensi penilaian terhadap seseorang itu.

Hmmm… pastinya ada yang mengira AKU mengelupas seseorang sampai liciiiinn... ciiin... tapi sungguh bukan itu maksudnya. AKU hanya mencari referensi yang mendasari seseorang melakukan apa yg telah dilakukannya (realitas), tanpa tendensi lainnya. Dan referensi itulah yang dapat membantuku untuk menentukan pilihan. Pilihanku... Aku tidak mau dikhianati dan disakiti!!!
Jadi kalau sekarang ditanya apakah seseorang itu mengkhianatiku?! Jelas jawabannya TIDAK.
Apakah seseorang itu menyakitiku?! Jawabannya TIDAK.
Apakah seseorang itu melukaiku?! Jawabannya TIDAK.
Karena AKU tidak mengijinkannya!!!

Nah, untuk temanku yang pernah menanyakan pertanyaan itu, inilah jawabanku sekarang. AKU tidak mengijinkan seseorang itu menyakiti AKU, oleh karena itu seseorang ini memang tidak bisa menyakitiku. Dan kini AKU bisa menerima statement Tidak ada satu orang pun yang mempunyai kekuatan untuk dapat menyakiti AKU, kecuali AKU sendiri telah mengijinkannya. Dalam kasus ini AKU tidak mengijinkan kok. Dan untuk temanku juga, kamu pun juga bisa menemukan AKUmu masing-masing. Lepaskan aku-aku yang mengelilinginya dan temukan kebebasan yang lepas sehingga bisa menemukan AKU Sempurna.

Ahaaaa... jadi teringat ajaran Bikshu Tong dalam serial Sun Go Kong (habisnya Adi seneng banget nonton, meskipun sudah diputar berulang-ulang di televisi) . Tujuan akhir mereka adalah mencari Kitab Suci dan menjadi Budha. Budha... kondisi menyatu dengan alam semesta dan manusia. Yah, mungkin sejenis itulah AKU itu. Semacam tenaga chi., atau apalah istilah lainnya.

Dan tidak pernah kusesali obsesiku dengan Its`me... [it`s_me]... itz`me... AKU... aku...
(Hiheiehiehie.... meskipun dalam hal ini aku yang berperan)