Seorang pembeli di warung ibuku, sebenarnya ada dua pembeli, memesan makan dan minuman. Setelah selesai melayanai pesanan makanan, lalu dilanjutkan pesan minum.
Mbak, satu es jeruk dan satu es teh!
Jeruknya nggak ada, Mas.
Oh, kalau gitu satu es teh dan satu es teh!
Aku pun tersenyum padanya. Maksudnya dua es teh, Mas?
Nggak Mbak, satu es teh dan, iya, dua es teh.
Dia pun lalu tertawa dan kembali ke kursi, temannya sudah duduk dari tadi. Kudengar temannya minta teh anget saja. Dia berjalan ke arahku untuk mengganti pesanannya.
Mbak, satu es teh dan satu es teh anget saja ya.
Kembali lagi kutersenyum. Maksudnya satu es teh dan satu teh anget?
Kunaon atuh, kenapa saya salah terus dari tadi. Iya Mbak, begitu.
Dia pun melenggang kembali ke arah temannya duduk, mereka berdua tertawa.
Terkadang hal semacam itu terjadi pada diri kita juga. Hati ingin ini, sedangkan bibir mengucapkan itu. Hati tidak ingin melakukannya, tapi perbuatan justru mengabulkannya. Kenapa itu bisa terjadi?! Luar dan dalam tidak bisa kompak! Tapi bukan munafik loh ya. Karena bagi saya, munafik itu harus dilihat sampai buah yang dihasilkan, bukan sekedar kata yang terucap, perbuatan yang dilakukan, dan pikiran yang melandasinya saja. Namun lebih kepada buah, hasil dari semua itu.
Kembali lagi soal kekompakan. Saya pernah membaca sebuah artikel, lupa baca dari koran atau tabloid apa, tentang mengapa orang bisa mabuk perjalanan. Tubuh manusia bergerak atas perintah otak, yang menerima sesor, yang kemudian mengirimkan sensor ke saraf-saraf tubuh yang terhubung dengan bagian tubuh yang akan bergerak. Misalnya, tangan bergerak menjauh dari batang mawar ketika jari bersentuhan dengan durinya yang tajam. Kulit dari jari tangan akan mengirimkan sensor ke otak sebagai tanda interaksi dengan benda asing yang tidak diterimanya. Otak pun, mengolah data tersebut dan mengirimkannya ke saraf tangan, sehingga tangan akan bergerak menjauhi benda asing tersebut, batang mawar berduri. Tentu saja proses terima dan kirim pesan tersebut berlangsung dengan cepat, kita belum sadar pun, saraf-saraf sudah tersadar terlebih dulu.
Mabuk perjalanan, sebenarnya adalah sebuah aksi, ketidakkompakan saraf dan otak dalam mengirim dan menangkap sensor data. Dalam perjalanan: baik dengan mobil, bus kota, kereta api, kapal laut, maupun kapal udara, sadar atau tidak sadar, beberapa bagian tubuh berfungsi dengan sangat optimal. Mata melihat, misalnya pemandangan atau kendaraan lain, dan telinga mendengar, suara deru mesin. Dalam waktu bersamaan, mata dan telinga mengirimkan sensor-sensor ke otak sebagai hasil pelaporan hasil yang mereka peroleh. Namun ternyata hasil laporan itu saling bertumpukan dan, bagi sebagian orang, membuat otak kebingungan. Seperti di awal tadi, setiap sensor yang dikirim ke otak, tentu akan dibalas dengan sensor balik ke anggota tubuh.
Karena ada kerancuan data, maka sensor balik yang dikirim otak pun tidak sampai ke bagian tubuh yang dimaksud dan kemudian mengarah ke bagian tubuh yang lain, seperti perut, dalam bentuk rasa mual mulas dan salah satu aksinya adalah mabuk perjalanan. Oleh karena itu, disarankan untuk yang mudah terkena mabuk perjalanan, usahakan seminimal mungkin melakukan kegiatan yang berat untuk otak, misalnya membaca atau menulis. Banyaknya kegiatan yang dilakukan tubuh akan mengakibatkan banyak sensor yang dikirim ke otak, bahkan bisa overload, yang dapat mengakibatkan kerancuan data dan terjadilah mabuk perjalanan. Selain itu, tentunya kondisi kesehatan fisik tubuh tetap harus menjadi perhatian utama saat melakukan perjalanan.
Nah, itu baru tubuh. Bagian dari diri kita yang paling dekat dan melekat, selain roh tentunya. Ketidakkompakan antar bagian tubuh saja bisa berakibat fatal, apalagi yang eksternal. Ketidakkompakan diri kita dengan orang lain. Wah, bisa lebih fatal lagi bukan. Semoga kita semua dapat saling menjaga kekompakan dengan orang lain, baik itu keluarga, teman, pacar, atau orang lain, bahkan luar biasa lagi kalau kita pun bisa kompak dengan orang yang bertentangan dengan kita. Apa itu mustahil? Mana saya tau!
Mbak, satu es jeruk dan satu es teh!
Jeruknya nggak ada, Mas.
Oh, kalau gitu satu es teh dan satu es teh!
Aku pun tersenyum padanya. Maksudnya dua es teh, Mas?
Nggak Mbak, satu es teh dan, iya, dua es teh.
Dia pun lalu tertawa dan kembali ke kursi, temannya sudah duduk dari tadi. Kudengar temannya minta teh anget saja. Dia berjalan ke arahku untuk mengganti pesanannya.
Mbak, satu es teh dan satu es teh anget saja ya.
Kembali lagi kutersenyum. Maksudnya satu es teh dan satu teh anget?
Kunaon atuh, kenapa saya salah terus dari tadi. Iya Mbak, begitu.
Dia pun melenggang kembali ke arah temannya duduk, mereka berdua tertawa.
Terkadang hal semacam itu terjadi pada diri kita juga. Hati ingin ini, sedangkan bibir mengucapkan itu. Hati tidak ingin melakukannya, tapi perbuatan justru mengabulkannya. Kenapa itu bisa terjadi?! Luar dan dalam tidak bisa kompak! Tapi bukan munafik loh ya. Karena bagi saya, munafik itu harus dilihat sampai buah yang dihasilkan, bukan sekedar kata yang terucap, perbuatan yang dilakukan, dan pikiran yang melandasinya saja. Namun lebih kepada buah, hasil dari semua itu.
Kembali lagi soal kekompakan. Saya pernah membaca sebuah artikel, lupa baca dari koran atau tabloid apa, tentang mengapa orang bisa mabuk perjalanan. Tubuh manusia bergerak atas perintah otak, yang menerima sesor, yang kemudian mengirimkan sensor ke saraf-saraf tubuh yang terhubung dengan bagian tubuh yang akan bergerak. Misalnya, tangan bergerak menjauh dari batang mawar ketika jari bersentuhan dengan durinya yang tajam. Kulit dari jari tangan akan mengirimkan sensor ke otak sebagai tanda interaksi dengan benda asing yang tidak diterimanya. Otak pun, mengolah data tersebut dan mengirimkannya ke saraf tangan, sehingga tangan akan bergerak menjauhi benda asing tersebut, batang mawar berduri. Tentu saja proses terima dan kirim pesan tersebut berlangsung dengan cepat, kita belum sadar pun, saraf-saraf sudah tersadar terlebih dulu.
Mabuk perjalanan, sebenarnya adalah sebuah aksi, ketidakkompakan saraf dan otak dalam mengirim dan menangkap sensor data. Dalam perjalanan: baik dengan mobil, bus kota, kereta api, kapal laut, maupun kapal udara, sadar atau tidak sadar, beberapa bagian tubuh berfungsi dengan sangat optimal. Mata melihat, misalnya pemandangan atau kendaraan lain, dan telinga mendengar, suara deru mesin. Dalam waktu bersamaan, mata dan telinga mengirimkan sensor-sensor ke otak sebagai hasil pelaporan hasil yang mereka peroleh. Namun ternyata hasil laporan itu saling bertumpukan dan, bagi sebagian orang, membuat otak kebingungan. Seperti di awal tadi, setiap sensor yang dikirim ke otak, tentu akan dibalas dengan sensor balik ke anggota tubuh.
Karena ada kerancuan data, maka sensor balik yang dikirim otak pun tidak sampai ke bagian tubuh yang dimaksud dan kemudian mengarah ke bagian tubuh yang lain, seperti perut, dalam bentuk rasa mual mulas dan salah satu aksinya adalah mabuk perjalanan. Oleh karena itu, disarankan untuk yang mudah terkena mabuk perjalanan, usahakan seminimal mungkin melakukan kegiatan yang berat untuk otak, misalnya membaca atau menulis. Banyaknya kegiatan yang dilakukan tubuh akan mengakibatkan banyak sensor yang dikirim ke otak, bahkan bisa overload, yang dapat mengakibatkan kerancuan data dan terjadilah mabuk perjalanan. Selain itu, tentunya kondisi kesehatan fisik tubuh tetap harus menjadi perhatian utama saat melakukan perjalanan.
Nah, itu baru tubuh. Bagian dari diri kita yang paling dekat dan melekat, selain roh tentunya. Ketidakkompakan antar bagian tubuh saja bisa berakibat fatal, apalagi yang eksternal. Ketidakkompakan diri kita dengan orang lain. Wah, bisa lebih fatal lagi bukan. Semoga kita semua dapat saling menjaga kekompakan dengan orang lain, baik itu keluarga, teman, pacar, atau orang lain, bahkan luar biasa lagi kalau kita pun bisa kompak dengan orang yang bertentangan dengan kita. Apa itu mustahil? Mana saya tau!